
Dalam pembacaannya, Andi menyebut adanya dugaan pelanggaran pidana dalam seluruh proses yang terbagi dalam lima tahap atau periode. Mulai dari embrio dibentuknya Century (yakni hasil merger antara bank CIC dengan dua bank milik Chinkara Capital) sampai kepada proses bailout dan penyaluran dananya. Tahap-tahap tersebut adalah: (1) Periode akuisisi dan merger sampai dengan menjelang pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP); (2) Periode pemberian FPJP; (3) Periode penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik; (4) Periode pemberian Penyertaan Modal Sementara (PMS), dan (5) Periode penggunaan PMS atau aliran dana.
Andi secara jelas juga menyebutkan nama-nama yang diduga terkait dan bertanggung jawab terhadap tindak pidana tersebut, baik pelaku aksi, maupun mereka sebagai otoritas berwenang yang mengetahui tindak pidana itu, namun melakukan pembiaran.
Selain itu FPKS juga mendesak dilakukannya telaahan, perubahan, dan penyempurnaan seluruh peraturan perundang-undangan terkait Bank Indonesia, LPS, dan otoritas keuangan lainnya. Disamping itu juga merekomendasikan dibentuknya tim pengawasan atas tindak lanjut hasil-hasil pansus terkait dengan: proses penelusuran lebih lanjut atas penggunaan dana PMS; proses hukum dugaan tindak pidana korupsi dan dugaan tindak pidana lainnya; serta proses perubahan dan penyempurnaan seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait.
Adapun secara rinci, pandangan mini akhir Fraksi PKS seperti tertera sebagai berikut:
PANDANGAN AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR RI
TERHADAP
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN PANSUS ANGKET DPR
TENTANG
PENGUSUTAN KASUS BANK CENTURY
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR RI
TERHADAP
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN PANSUS ANGKET DPR
TENTANG
PENGUSUTAN KASUS BANK CENTURY
Disampaikan oleh : Andi Rahmat
No. Anggota : A-98
Bismillahirrahmanirrahim,
Yang terhormat Pimpinan Pansus Angket Kasus Bank Century DPR RI
Yang terhormat Anggota Pansus Angket Bank Century DPR RI
Serta para hadirin yang kami hormati.
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari yang berbahagia ini kita semua masih diberikan kesempatan untuk menunaikan tugas yang mulia ini dengan agenda pembacaan pandangan akhir mini fraksi-fraksi terhadap penyusunan kesimpulan Pansus Angket Bank Century. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan kepada kita semua tentang arti komitmen dalam menjalankan amanah kepemimpinan.
Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Seiring dengan berakhirnya masa tugas Pansus Angket DPR RI tentang Penyelidikan Kasus Bank Century, terlihat ekspektasi publik begitu tinggi terhadap hasil penyelidikan yang telah dilakukan. Hasil dari penyelidikan kasus Bank Century ini juga
menjadi signifikan karena akan menjadi benchmark penting bagi pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah lainnya di masa depan yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hasil penyelidikan Pansus Angket Bank Century ini selayaknya dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan diiringi kredibilitas yang tinggi. Hanya dengan cara demikian maka Hak Angket DPR tentang Bank Century ini akan menjadi berbeda dan bermakna bagi transparansi pembuatan kebijakan publik, penegakan good governance dan kepastian hukum. Fraksi PKS memandang bahwa hasil Hak Angket DPR tentang Bank Century yang jujur, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, akan menjadi pijakan kokoh bagi bangsa dan negara ini ke depan dalam mempromosikan stabilitas sektor keuangan dan perekonomian secara adil dan berkelanjutan.
Pandangan akhir mini Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini adalah rangkaian dari pandangan-pandangan kami sebelumnya, dan akan diperkuat dengan temuan-temuan terakhir.Pada kesempatan ini kami akan menyampaikan analisis dan kesimpulan akhir, konstruksi hukum, kesimpulan dan rekomendasi dari kasus Bank Century ini.
Hadirin yang kami hormati,
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK dan temuan-temuan dalam proses pemeriksaaan serta kesaksian dari saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan pansus angket Bank Century dan data data lain yang ada, Fraksi PKS mengemukakan pandangan akhirnya terhadap proses pemeriksaan tersebut, yang terbagi dalam beberapa tahapan berdasarkan kronologis peristiwa sebagai berikut:
1. Periode akuisisi dan merger s.d. menjelang pemberian FPJP;
2. Periode pemberian FPJP;
3. Periode penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik;
4. Periode pemberian PMS; dan
5. Periode penggunaan PMS atau aliran dana.
I. Periode Akuisisi dan Merger s.d. menjelang pemberian FPJP
Sebelum proses merger, terdapat temuan bahwa telah terjadi pembiaran atas berbagai penyimpangan yang dilakukan Bank CIC dan proses pemberian izin akuisisi 2 bank kepada Pemegang Saham Pengendali-nya, Chinkara Capital, untuk di-merger dengan Bank CIC sehingga berakibat tertutupnya penyimpangan-peyimpangan tersebut. Berdasarkan temuan tersebut, Bank Indonesia diduga kuat mengetahui dan membiarkan pelanggaran-pelanggaran dan tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan Bank CIC yang melibatkan Chinkara Capital seperti L/C fiktif, kredit fiktif, manipulasi data, windows dressing dan accounting engineering.
Walau telah mengetahui berbagai pelanggaran Bank CIC yang melibatkan Chinkara Capital, BI justru memberikan izin akuisisi pada 21 November 2001 ke Chinkara Capital untuk mengakuisisi Bank Pikko dan Bank Danpac dengan mempersyaratkan ke-dua bank harus di merger dengan Bank CIC, dalam rangka menghindari penutupan Bank CIC. Sekalipun proses akuisisi tersebut dilakukan melalui pasar modal, namun BI sesuai dengan kewenangannya seharusnya tidak menyetujui atau membatalkan akuisisi tersebut.
Akuisisi yang mempersyaratkan merger pada dasarnya merupakan bentuk liniensi (kemudahan/kelonggaran) yang dapat dipandang sebagai pembiaran terhadap fakta bahwa pada prinsipnya Chinkara Capital tidak layak untuk melakukan akuisisi tersebut. Namun kinerja Bank CIC tidak menunjukkan perbaikan karena Bank CIC justru masuk dalam status pengawasan khusus BI antara 26 Maret 2002 s.d. September 2002 dan kemudian diperpanjang hingga Desember 2002. Pelanggaran Chinkara ternyata tidak hanya pada kegiatan perbankan dari Bank CIC tetapi juga dalam proses akuisisi dengan tidak memenuhi persyaratan akuisisi.
Selanjutnya, dalam proses merger Bank CIC dengan Bank Danpac dan Bank Pikko menjadi Bank Century pada 6 Desember 2004, BI nyata-nyata tidak mematuhi aturan perundang-undangan, tidak konsisten dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri dan tidak menerapkan aspek prudential sebagai aspek paling mendasar dalam menjalankan fungsi dan otoritas yang dimilikinya.
Proses merger 3 bank ini mulai dilakukan secara intensif sejak 14 April 2004. BI terindikasi mendorong merger Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac untuk menutupi masalah Bank CIC sekaligus melindungi citra BI dari dampak negatif jika terjadi pencabutan izin usaha Bank CIC. Dalam proses merger ini juga terjadi berbagai pelanggaran antara lain: menganggap lancar surat-surat berharga macet Bank CIC, manipulasi simulasi proforma CAR bank hasil merger yang tidak berdasarkan due dilligence, pemegang saham pengendali dan pengurus bank tidak melalui fit and proper test, dan menggunakan laporan keuangan Bank Pikko dan CIC yang mendapat opini disclaimer dari KAP (auditor independen).
Karena sejak awal kerusakan Bank CIC tidak diperbaiki dan proses merger yang penuh pelanggaran, maka kinerja Bank Century sebagai bank hasil merger tidak membaik. Pasca merger pada 28 Februari 2005, CAR Bank Century negatif 132,58%. Menurut keterangan saksi-saksi, CAR Bank Century menjadi negatif disebabkan oleh pemberlakuan PBI No. 7/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif, yang menyebabkan Surat-Surat Berharga yang dimiliki oleh Bank Century menjadi dikategorikan macet. Untuk mengatasi itu, Direktorat Pengawasan Bank BI kemudian melayangkan surat kepada Bank Century untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selanjutnya, setelah melalui berbagai proses, melalui mekanisme AMA (Asset Management Agreement) SSB yang macet tersebut dinyatakan lancar pada bulan januari tahun 2006.
Dengan demikian sepanjang tahun 2005, sesungguhnya Bank Century beroperasi dalam kondisi insolvent dan tidak prudent. Kondisi ini seharusnya menjadi dasar penetapan Bank Century pada waktu itu untuk menjadi bank dalam pengawasan khusus BI semenjak Februari 2005. Dan sesuai dengan ketentuan, pada bulan September 2005, seharusnya bank tersebut dinyatakan sebagai bank gagal dan untuk selanjutnya dilikuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hadirin yang berbahagia,
Setelah merger menjadi Bank Century, terus terjadi berbagai praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh pengurus bank, pemegang saham dan pihak terkait sepanjang 2005-2008 yang merugikan Bank Century sekurang-kurangnya Rp 6,6 trilyun yang kemudian akhirnya ditutup dengan dana PMS dari LPS pasca bailout Bank Century. BI tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century selama 2005-2008, terutama dengan membiarkan rekayasa akuntansi terkait Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sehingga seolah-olah Bank Century masih memenuhi ketentuan CAR.
Berbagai pelanggaran tersebut, yang terjadi secara simultan dan berkesinambungan, dapat dipandang sebagai usaha untuk mempertahankan praktek-praktek tidak sehat yang berlangsung didalam Bank Century. Penyimpangan dilakukan dengan memanipulasi informasi dan BI selaku pengawas tidak melakukan tindakan yang seharusnya sehingga terlihat justru ikut melakukan upaya-upaya dengan sengaja untuk menutupi masalah Bank Century. BI juga terus memberikan liniensi walau berbagai komitmen tidak pernah dipenuhi Bank Century. Bentuk liniensi ini antara lain berupa pemberian kesempatan kepada Pemegang Saham untuk merubah struktur kepemilikan, membiarkan pemegang saham mengontrol pergerakan Surat-Surat Berharga (SSB), accounting engineering, untuk kemudian disahkan oleh Bank Indonesia.
Upaya ini pada akhirnya mengalami kebuntuan saat memasuki tahun 2008, dimana terdapat SSB senilai US$ 160 juta yang akan jatuh tempo yang menciptakan lubang besar di dalam Bank Century.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam periode akuisisi dan merger s.d. menjelang pemberian FPJP ini terdapat berbagai dugaan penyimpangan sebagai berikut:
1. Ketidakwajaran, kejanggalan dan bahkan patut diduga adanya penyimpangan dalam proses akuisisi dan merger, yang melibatkan para pemegang saham pengendali, pengurus bank dan pejabat BI yang terkait.
2. Penyimpangan dalam pengelolaan Bank Century yang dilakukan oleh PSP dan pengurus bank, berakibat memburuknya kondisi bank berupa memburuknya likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas, yang antara lain berupa:
a. Surat berharga yang buruk (busuk) dan disalahgunakan oleh pemilik dan pengurus lama lebih kurang sebesar Rp 3.980,55 milyar.
b. Penerbitan L/C fiktif yang akhirnya tidak dibayar lebih kurang sebesar Rp 1.774,83 milyar.
c. Kredit yang diberikan dengan kualitas sangat buruk dan sebagian fiktif yang berakibat pada pembebanan PPAP (Pencadangan Aktiva Produktif) lebih kurang sebesar Rp 1.257,22 milyar.
d. Aset yang diambil alih dengan kualitas sangat buruk lebih kurang sebesar Rp 253,89 milyar.
e. Penggelapan dana valas yang dilakukan Dewi Tantular lebih kurang sebesar USD 18 juta.
f. Adanya biaya overhead fiktif sebesar lebih kurang sebesar Rp 200 milyar.
Seluruh dugaan penyimpangan tersebut pada akhirnya menjadi beban kerugian bank Century per tanggal 31 Desember 2008 sesuai hasil audit oleh auditor independen.
3. Pengawasan BI terhadap bank Century yang diindikasikan bermasalah.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab sepanjang periode ini: (1) Rafat Ali Rizvi (2) Hesham Al Warraq (3) Robert Tantular(4) Aulia Pohan (5) Sabar Anton Tarihoran (6) Rusly Simandjuntak (7) Miranda S. Goeltom (8) Siti Ch. Fadjriah
II. Periode Pemberian FPJP
Sebagaimana diketahui, pada periode antara September s.d. November 2008 atau suatu periode yang terjadinya secara bersamaan dengan krisis finansial global ini, Pemerintah menerbitkan tiga Perppu yaitu Perppu No. 2, 3 dan 4 tahun 2008 tentang Amandemen UU BI, Amandemen UU LPS dan JPSK. Perppu No. 2 dan 3 akhirnya disetujui oleh DPR namun Perppu No. 4 tidak disetujui, namun tetap berlaku sejak diundangkan sampai dengan ditolaknya Perppu tersebut oleh DPR. Atas dasar Perppu yang telah berubah menjadi Undang-Undang tersebut BI menerbitkan ketentuan baru tentang FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek).
Kemudian pada tanggal 30 Oktober 2008 PBI No. 10/26/PBI/2008 tentang FPJP namun tertulis berlaku tanggal 29 Oktober 2008 suatu hal yang tidak lazim yang memberlakukan peraturan yang berlaku surut. PBI ini antara lain mengatur mengenai pemberian FPJP dengan jaminan Surat Berharga dan atau Aset Kredit dengan CAR 8% serta diatur lebih lanjut tata caranya dalam Surat Edaran BI. Penjelasan pasal 2 ayat 2 PBI tersebut menyatakan CAR 8% didasarkan pada perhitungan BI.
Penerbitan PBI ini, menghapus ketentuan PBI tentang FPJP sebelumnya yaitu PBI No. 5/15/PBI/2003 tanggal 4 Agustus 2003 Jo. PBI No. 7/21/PBI/2005 tanggal 3 Agustus 2005, yang mengatur antara lain mengenai agunan FPJP adalah SUN, SBI, dan atau surat berharga dan atau tagihan lainnya dengan pengaturan lebih lanjut baik tata cara, syarat maupun jenis agunan dalam bentuk tagihan lainnya diatur dalam Surat Edaran. Berdasarkan Surat Edaran BI No. 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal FPJP bagi Bank Umum antara lain diatur mengenai syarat pemberian FPJP adalah menurut penilaian BI memiliki tingkat kesehatan cukup baik, jangka waktu 1 (satu) hari dan dengan agunan SUN dan SBI (Surat Berharga). Berdasarkan ketentuan ini terlihat bahwa pemberian FPJP memiliki kesamaan dalam transaksi jual beli atas surat berharga yang dapat dibeli kembali oleh Penjual pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, REPO dikenal dalam transaksi keuangan sebagai yang didasarkan pada jual dan beli kembali atas surat berharga seperti SUN dan SBI.
Pada tanggal 30 Oktober 2008, Bank Century menyampaikan permohonan fasilitas Repo asset dengan nilai Rp 1 Triliun dengan jaminan aset kredit. Permohonan Repo Aset Bank Century tersebut dapat diartikan sebagaimana pengertian tersebut di atas. Atas dasar permohonan ini, Zainal Abidin, Direktur Pengawasan I Bank Indonesia (DPB I) pada tanggal 30 Oktober 2008 menyatakan bahwa Bank tidak memenuhi syarat memperoleh FPJP karena CAR kurang dari 8%, dan jaminannya hanya mencapai Rp 1,2 Triliun. Sehingga permohonan ini tidak ditindaklanjuti. Selanjutnya, pada tanggal 31 Oktober 2008 Deputi Gubernur BI Pengawasan Bank dan Perbankan Syariah (Siti Ch. Fadjriah) mendisposisi kepada DPBI yang menyatakan bahwa sesuai pesan Gubernur Bank Indonesia tanggal 31 Oktober 2008 masalah Bank Century harus dibantu dan tidak boleh ada bank yang gagal untuk saat ini, karena bila hal ini terjadi akan memperburuk perbankan dan perekonomian. Namun, terhadap disposisi tersebut, Zainal Abidin bawahan Siti Ch. Fadjriah, menyatakan bahwa agar diberikan catatan bahwa Bank Century sudah insolvent berdasarkan hasil pemeriksaan. Kemudian pada tanggal 3 November 2008 Bank Century menyampaikan tambahan daftar aset kredit dengan total outstanding Rp 198,7 Milyar.
Pada tanggal 5 November 2008 dilakukan RDG BI yang pada intinya menhasilkan keputusan bahwa Bank ditetapkan dalam pengawasan khusus Special Surveillance Unit (SSU), namun tetap ada dinamika dalam pembahasan RDG tersebut yaitu antara lain pernyataan tentang keadaan surat berharga bank dan untuk pemberian FPJP kepada bank. Sebagaimana tertuang dalam transkrip tertanggal 5 November ini Siti Ch. Fadjriah mengatakan bahwa "Kalau ini (Bank) borok atau kankernya satu asset, surat-surat berharga. Jumlahnya besar. Ini yang jadi kanker karena apa? Ini mestinya dibentuk provisi tapi nggak. Ini yang bikin bleeding". Selain itu, menjelang selesainya RDG, Miranda S. Gultom mengatkan "mau FPJP atau ngak?" Siti C. Fadjriah mengatakan "kalau belum siap, mungkin saya tidak menyarankan."
Pada 13 November 2008, RDG melakukan rapat yang dihadiri juga Direktorat/Biro terkait yang membahas mengenai perubahan PBI tentang FPJP, dan berdasarkan dokumen transkrip atau pembahasan rapat terlihat adanya dinamika dalam pembahasan agenda rapat, dalam rapat akhirnya disetujui adanya perubahan menyeluruh terhadap PBI FPJP yang akhirnya dituangkan dalam risalah Rapat DG pada tanggal 14 November 2008 yang pada initinya persyaratan pemberian FPJP yang semula CAR 8% menjadi positif. Namun patut dicatat beberapa pernyataan peserta rapat dan anggota DG yaitu Sdr. Halim Alamsyah menanggapi pernyataan Miranda S. Gultom mengenai persyaratan agunan asset kredit lancar 12 bulan, Halim Alamsyah menyatakan: "menurut DPIP itu memungkinkan dilaksanakan dan kebetulan sudah melaksanakan simulasi beberapa bank yang diperkirakan akan kesulitan, itu masih bias mengakses FPJP yang sudah ada. Khusus untuk bank yang sedang kita bicarakan, kelihatannya agak sulit karena situasinya berbeda. Oleh karena itu kita cari jalan, yang tadi disampaikan oleh bapak Muliaman D. Hadad, saya kira itu mungkin bisa kita laksanakan, tanpa harus sebetulnya mengubah FPJP-nya sendiri, asalkan Dewan Gubernur sepakat mengenai pengertian dari surat pernyataan dari pemilik itu Bu. Kalau itu bisa dilakukan, saya kira itu nggak ada masalah, setelah itu kita bisa masuk bagaimana mengubah FPJP-nya supaya nanti bisa digunakan lagi untuk perbankan yang lain." Miranda S. Goeltom menyatakan segera di dok dok aja, kita dok kapan nggak tahu."
Selanjutnya dalam pembicaraan yang lain Miranda menyatakan "jadi gimana nih, kalau keputusan ini berarti bisa pakai yang sekarangpun bisa, nggak usah diubah? Jadi ini dikasih tahu ke bank malam ini." Boediono mengatakan,"Jadi sepakat semuanya? Malam ini juga kita lihat review the whole PBI ini sampai pagi gak apa-apa", Budi Rochadi menyatakan "satu lagi pak besok siap-siap kasnya. Jadi cabangnya dimana saja? Itu kasih tahu KBI kita untuk siap-siap kalau anu kita drop."
Akhirnya, pada 14 November 2008 dilakukan perubahan atas PBI FPJP diikuti dengan perubahan Surat Edaran kepada Bank Umum dan Surat Edaran Intern sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PBI FPJP.
Kemudian, PBI FPJP ini dilakukan perubahan pada 14 November 2008 No. 10/30/PBI/2008 yang inti perubahannya adalah syarat pemberian FPJP dengan CAR yang pada awalnya 8% menjadi positif dan dinyatakan bahwa tata cara pemberian FPJP akan diterbitkan surat edaran.
Berdasarkan PBI FPJP ini, BI menerbitkan Surat Edaran kepada Bank dan Juklak Internal BI pada tanggal 14 November 2008, yang pada pokoknya berisi tentang standar operasi dan prosedur pemberian FPJP, yang antara lain tentang berbagai dokumen termasuk standar surat permohonan FPJP yang antara lain harus menyampaikan pernyataan bahwa FPJP dalam rangka memenuhi GWM dengan melampirkan beberapa data terkait kondisi bank yaitu:
1. Surat pernyataan kesulitan likuiditas
2. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas
3. Daftar asset yang menjadi agunan FPJP
4. Dst.
Selanjutnya, pada 14 November 2008 DPM (Eddy Sulaeman Yusuf) mengirimkan memorandum No. 10/10/DPB 1 kepada DPB 1, Perihal: Permintaan informasi dan rekomendasi terkait permohonan FPJP dari Bank. Memorandum ini dibuat didasarkan pada permohonannya dari Bank tertanggal 30 Oktober 2008 dan 3 November 2008. Kemudian, pada tanggal 14 November 2008 DPB 1 (Zainal Abidin) menyampaikan catatan kepada DG6 (Siti Ch. Fadjriah) No. 10/78/DPG/DPB1/Rahasia yang mendasarkan pada surat dari DPM tersebut, Keputusan RDG tanggal 14 November 2008 dan SE Intern No. 10/65/INTERN Tanggal 14 November 2008 dengan kesimpulan dan usulan adalah Bank telah memenuhi syarat administrasi permohonan FPJP, Pelanggaran GWM 18 kali, CAR 2,35 Positif per September 2008, dan pemberian FPJP sebesar Rp 493,6M. Atas dasar catatan ini DG6 (Siti Ch. Fadjriah) memberikan persetujuan dengan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
Kemudian, DPB 1 menyampaikan memorandum No. 10/3/DPM/Rahasia tertanggal 14 November 2008 kepada DPM yang pada intinya menindaklanjuti persetujuan DG6 (Siti Ch Fadjriah) dan menjawab memorandum dari DPM dengan isi sebagaimana tersebut dalam catatan kepada DG6 (Siti Ch. Fadjriah) No. 10/78/DPG/DPB.
Pada tanggal 17 November 2008, Bank menyampaikan surat permohonan tambahan pengajuan FPJP No. 724/Century/D/XI/2008 tanpa menyebutkan jumlah FPJP yang dimohonkan, namun hanya menyampaikan tambahan aset kredit untuk direpokan dengan outstanding Rp478,918Juta.
Berdasarkan memorandum DPM tertanggal 18 November 2008, keputusan RDG 18 November 2008 dan catatan sebelumnya yakni tanggal 14 November 2008 serta SE BI intern No. 10/65/INTERN Tanggal 14 November 2008, DPB 1 menyampaikan catatan kepada DG6 (Siti Ch. Fadjriah) dengan kesimpulan dan usulan pemberian tambahan FPJP sebesar Rp 187,321Juta yang didukung oleh jaminan aset kredit sebesar Rp 280,982Juta. DG6 (Siti Ch. Fadjriah) pada tanggal 19 November 2008 membubuhkan persetujuan lisan atas tambahan FPJP tersebut diberikan pada tanggal 18 November 2008. Dalam catatan ini tidak dijelaskan secara tertulis apakah Bank memenuhi syarat pemberian FPJP yaitu tentang syarat administratif dan syarat CAR.
Berdasarkan dokumen yang telah diperoleh berupa akta No. 76, pada tanggal 14 November 2008 pukul 13.00 WIB dilakukan perjanjian pemberian FPJP dihadapan notaris Buntario Tigris Darmawa Ng antara Bank dengan BI. Pihak BI diwakili oleh Eddy Sulaeman Yusuf, Sugeng, dan Dody Budi Waluyo ketiganya adalah pejabat BI yang bertindak berdasarkan Surat Kuasa dari Gubernur BI No. 10/68/Sr.Ka/GBI tanggal 14 November 2008, yang mengikatkan diri pada pemberian FPJP kepada Bank sebesar Rp 502.073.000.000,00 atas dasar (sesuai) PBI No. 10/26/PBI/2008 Tanggal 2 Oktober 2008. Akta ini dilakukan dengan addendum masing-masing sesuai dengan akta 244 tanggal 18 November 2008 pukul 14.00 WIB, dengan perubahan tambahan FPJP Rp 187.321. 000.000,00, akta No. 338 dengan perubahan perpanjangan jangka waktu, dan akta No. 106 juga dengan perubahan perpanjangan waktu. Seluruhnya diikuti dengan akta pengikatan agunan. Sehingga total nilai FPJP seluruhnya berjumlah Rp 689,394 Milyar.
Sementara itu, berdasarkan transkrip Rapat KSSK tanggal 21 November 2008 Raden Pardede menyatakan bahwa pada periode September 2008 CAR 14%, kemudian berdasarkan data Oktober menjadi minus 3% lebih tadi kalau angka itu, sedangkan Sri Mulyani Indrawati menyahuti: "Minus?" Raden Pardede menyatakan, "ya minus, oleh karena itu berdasarkan data penutupan itu menjadi insolvent, Sri Mulyani Indrawati menyatakan, "Minggu lalu minus 3% waktu presentasi." Selain itu, berdasarkan transkrip rapat KSSK tanggal 24 November 2008 LPS/Man menyatakan: "Kami ingin menyampaikan bahwa pada rapat Komite Koordinasi pada tanggal 21 November 2008 itu ditetapkan bahwa LPS ditugasi untuk menangani bank gagal yang berdampak sistemik itu dalam posisi yang disampaikan pada rapat KSSK malam itu per 31 Oktober 2008 dengan CAR negatif 3,53% sehingga kebutuhan dana untuk CAR 8% dengan ATMR yang ada adalah Rp 632 Milyar." Catatan tambahan terhadap tanggal-tanggal tersebut bahwa tanggal 21 November 2008 dan 18 November 2008 adalah minggu ke 3 Bulan November 2008, sedangkan tanggal 14 November 2008 adalah minggu ke 2 Bulan November 2008. Sedangkan berdasarkan surat BI kepada KSSK pada tanggal 20 November 2008 Gubernur BI menyatakan bahwa CAR berdasarkan data September 2008 adalah 2% sedangkan berdasarkan data Oktober 2008 CAR minus 3,53%.
Hadirin yang Kami hormati,
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa Bank telah mengalami CAR negatif 3% lebih, yang diketahui lebih kurang seminggu sebelum tanggal 21 November 2008 atau paling tidak sekitar tanggal 14 November 2008 yaitu minggu ke 2 Bulan November 2008 atau minggu lalu dari minggu ke 3 bulan November 2008 yang dinyatakan pada tanggal 21 November 2008 oleh Sri Mulyani Indrawati.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh, pemberian FPJP tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam SE FPJP baik intern maupun kepada Bank Umum karena tanpa melalui permohonan yang disertai dengan dokumen yang relevan sesuai persyaratan permohonan FPJP yang diatur dalam PBI FPJP dan SE FPJP, namun Gubernur BI pada tanggal 14 November 2008 langsung memberikan Surat Kuasa kepada pejabat BI untuk melakukan pengikatan perjanjian pemberian FPJP. Selanjutnya pemberian FPJP bertentangan dengan PBI FPJP tertanggal 30 Oktober 2008 karena CAR 2% sedangkan PBI FPJP mensyaratkan CAR 8% termasuk pemberian FPJP tertanggal 18 November 2008 sebesar Rp187,321 Milyar.
Seluruh pemberian FPJP tersebut telah dicairkan seluruhnya dalam kurun waktu sejak 14 November 2008 sampai dengan 19 November 2008 dan langsung dimasukkan dalam rekening giro Bank di BI.
DUGAAN PENYIMPANGAN DAN KEJANGGALAN FPJP
1. Dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik dan pengurus lama Bank sejak akuisisi dan merger hingga menjelang pemberian FPJP oleh BI khususnya dugaan Tindak Pidana Perbankan yang terjadi pada saat itu, telah merugikan Bank tidak kurang dari Rp 6,6 Trilyun.
1. Dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik dan pengurus lama Bank sejak akuisisi dan merger hingga menjelang pemberian FPJP oleh BI khususnya dugaan Tindak Pidana Perbankan yang terjadi pada saat itu, telah merugikan Bank tidak kurang dari Rp 6,6 Trilyun.
2. Berdasarkan dokumen dan bukti yang diperoleh, diduga kuat telah terjadi penyimpangan prosedur pemberian FPJP dari BI kepada Bank sebesar Rp689Milyar, karena:
a. Pemberian FPJP tanggal 14 November 2008 didasarkan permohonan Bank tanggal 30 Oktober 2008 yang pernah ditolak oleh BI dan 3 November 2008, namun tidak didasarkan pada permohonan Bank beserta data yang didasarkan pada keadaan terakhir Bank yang terkait namun didasarkan pada, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PBI tentang FPJP termasuk Surat Edaran BI kepada Bank Umum dan kepada Intern tentang FPJP dan seluruh perubahan yang pernah dilakukan terhadap ketentuan tentang FPJP.
b. Surat permohonan FPJP tidak dilakukan dalam bentuk standar sebagaimanan diatur dalam surat edaran namun dilakukan dalam bentuk dan versi dari bank.
c. Penetapan pemberian FPJP tidak sesuai dengan SE FPJP namun didasarkan pada hasil RDG sebagaimana tertuang dalam catatan dari Direktur Pengawasan I BI. Seharusnya, penetapan pemberian FPJP dilakukan oleh DG4 (Boedi Moelya) berdasarkan informasi dan rekomendasi DG 6 secara murni tanpa intervensi dari pihak manapun, karena apabila RDG telah memutuskan pemberian FPJP maka prosedur ini hanya bersifat formalitas dan pemberian justifikasi. Ini menunjukkan telah terjadi intervensi dari RDG khususnya Gubernur Bank Indonesia dan DGS (Miranda S. Goeltom) dalam pemberian FPJP.
d. Khusus pemberian tambahan FPJP tanggal 18 November 2008 tidak melalui analisis yang memadai karena dalam catatan DPB 1 kepada DG6 tidak terlihat secara tertulis bahwa pemberian FPJP sesuai dengan ketentuan yang berlaku khususnya persyaratan administrasi dan CAR.
e. Pemberian FPJP sebagaimana tertuang dalam akta 276 sebagai pemberian FPJP pertama kali adalah sebesar Rp 502,073 Milyar sedangkan dalam catatan DPB 1 dan persetujuan DG6 hanya sebesar Rp 493,6 Milyar.
f. Pemberian tambahan FPJP sebesar Rp 17,321 Milyar ytanggal 18 November 2008 tidak didasarkan pada permohonan Bank terkait kebutuhan jumlah FPJP karena Bank sesuai dengan surat tertanggal 17 November 2008 tidak menyebutkan jumlah kebutuhan FPJP, sehingga keputusan pemberian FPJP sejumlah tersebut hanya dilakukan secara sepihak oleh BI.
3. Pemberian FPJP bertentangan dengan syarat pemberian FPJP khususnya PBI No. 10/26/PBI/2008 Tanggal 30 Oktober 2008 tentang FPJP beserta Surat Edaran yang menyertainya khususnya persyaratan pemberian FPJP adalah Bank dengan CAR % sedangkan pada saat pemberian FPJP CAR Bank 2% berdasarkan data per September 2008 bahkan dalam dokumen lainnya ditemukan CAR telah negatif 3,53%. Khususnya pemberian tambahan FPJP sebesar Rp187,321Milyar telah diketahui bahwa CAR Bank adalah negatif. Keadaan CAR bank didasarkan pada Neraca Bank, sehingga seharusnya perhitungan CAR didasarkan pada Neraca terakhir Bank yang dapat diketahui setiap saat. Neraca Bank dapat diketahui setiap saat ini sebagaimana dikatakan oleh Siti Ch. Fadjriah (DG6) pada saat RDG tanggal 20 November 2008 yang menyerahkan Bank Gagal Berdampak Sistemik yang akan menyerahkannya kepada KSSK. Sehingga, CAR Bank pada saat pemberian FPJP tanggal 14 November 2008 dan tambahan FPJP tanggal 18 November 2008. Sebagai penjelasan tambahan perhitungan CAR 2% berdasarkan data per september 2008 belum memasukkan provisi datau pencadangan atas surat berharga yang dimiliki Bank dengan kualitas surat berharga yang sangat buruk (ibarat borok atau kanker di Bank) sebagaimana dinyatakan oleh DG6 (Siti Ch. Fadjriah).
4. Pemberian tambahan FPJP sebesar Rp187,321Milyar dilakuka berdasarkan informasi dan rekomendasi tanggal 19 Desember 2008 dari DG6 (mendahului) dan hanya didasarkan persetujuan lisan tanggal 18 November 2008 yang dikonfirmasikan tanggal 7 April 2009 serta belum terlihat mendasarkan pada persetujuan dari DG4 (Boedi Moelya).
5. Dugaan adanya penyalahgunaan wewenang oleh para pejabat BI yang diduga terlibat, karena seluruh pembahasan dan pemberian FPJP kepada Bank dilakukan secara terencana dan sistematis melalui upaya-uupaya yang terus menerus dengan cara bertentangan dengan ketentuan yang terlihat sejak pemberlakuan secara retroaktif (berlaku surut) tanggal 29 Oktober 2008 atas PBI tanggal 30 Oktober 2008 bahkan melalui pembahasan dalam RDG sebaanyak dua kali yang akhirnya FPJP diberikan kepada Bank.
Pihak- pihak yang bertangggung jawab selama periode ini RT, manajemen lama Bank Century, DG BI khususnya Boediono, Miranda S Goeltom, Siti Ch. Fadjriah, Boedi Moelya, dan pejabat BI lainnya yaitu Zaeanal Abidin, Eddy Suleman Yusuf, Sugeng, Dody Budy Waluyo dan pihak-pihak lainya yang terkait
III. Periode Penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik
Proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK dilakukan melalui berbagai rapat yaitu rapat tanggal 14, 17, 18, 19, 21 dan 24 November 2008. Rapat-rapat yang dilakukan oleh KSSK didasarkan pada penjelasan dari BI terkait dengan keadaan Bank Century yang akhirnya ditetapkan sebagai bank gagal dan adanya indikasi berdampak sistemik.
Dalam rapat-rapat tersebut diketahui antara lain: (i) RDG BI pada tanggal 20 November 2008 pada dasarnya telah memiliki informasi mengenai kondisi CAR BC yang sudah negatif -35%, namun infomasi ini tidak tersajikan dengan benar(ii) Pemberian informasi tidak benar yang berkaitan dengan penyebab CAR Bank Century menjadi negatif dimana draft awal surat yang mencantumkan hasil analisis DPw 1 atas neraca Bank Century per 30 Oktober 2008 bahwa SSB Valas senilai USD 121 juta telah default hingga tanggal 3 November dirubah menjadi hanya USD 70 juta yang didefaultkan hingga tanggal 20 November dan melakukan perubahan biaya yang semula Rp 1.770 miliar menjadi Rp 632 miliar.
Dinamika pembahasan di dalam rapat-rapat tersebut menunjukkan bahwa keadaan Bank Century yang sangat buruk dan berakibat sebagai bank gagal telah disampaikan oleh BI dalam rapat KSSK yang akhirnya juga diketahui oleh Menteri Keuangan selaku ketua KSSK dan para peserta rapat pada tanggal-tanggal tersebut. Namun KSSK dan KK dalam rapat tanggal 21 November 2008 menetapkan bahwa Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penyerahan penanganannya pada LPS dengan pertimbangan bahwa di tengah situasi yang tidak menentu lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan tetap meminimalisir biaya, serta dengan mempertimbangkan kemungkinan timbulnya permasalahan serupa atas bank-bank peer group sebanyak 18 bank dan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Demikian juga dengan KK yang menetapkan bahwa Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan pertimbangan yang sama pula.
Atas informasi dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh Pemegang Saham Lama (Robert Tantular dan kawan kawan) beserta Manajemen Lama Bank Century sebagaimana disampaikan dan melalui beberapa kali rapat tersebut telah diketahui oleh Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK dan Ketua KK namun Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK dan Ketua KK diduga melakukan pembiaran dengan cara yang diduga tidak melakukan pelaporan kepada pihak berwenang terhadap dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh Pemegang saham lama (Robert Tantular dan kawan kawan) dan manajemen lama Bank Century.
Penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK dan KK, didasarkan pada Perppu No.4/2008 tentang JPSK (Pasal 5, 6, 7, 10, 11, dan 18), UU No. 24/2004 tentang LPS (Pasal 1 ayat 9, pasal 21 ayat 3, pasal 22 ayat 1, penjelasan pasal 22 ayat 2), dan MoU Gubernur BI dan Menteri Keuangan.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam periode ini adalah Ketua KSSK Sri Mulyani, Anggota KSSK Boediono dan Sekertaris KSSK Raden Pardede dan Ketua Dewan Komisioner LPS Rudjito
IV. Periode Pemberian PMS
Penyertaan Modal Sementara (PMS) berupa penyaluran dana penyelamatan kepada Bank Century dalam bentuk cash dan surat utang negara (SUN) dilakukan secara bertahap sejak 24 November 2008 sampai dengan 24 Juli 2009. Terlihat bahwa penyaluran dana tersebut dilakukan dengan cara yang tidak terencana sehingga jumlah kebutuhan PMS tidak diketahui dan ditetapkan dengan pasti.
Berdasarkan hasil penyelidikan tidak ditemukan dokumen atau data yang menunjukkan bahwa LPS telah melakukan secara cermat dan baik perhitungan perkiraan biaya bank gagal berdampak sistemik. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 41 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS dan Peraturan LPS No. 5 Tahun 2006 tentang Penangan Bank Gagal Berdampak Sistemik khususnya pasal 18 dan pasal 6 ayat 1.
Temuan kami selama proses pemeriksaan saksi dan ahli, penelitian terhadap dokumen dan keterangan tambahan yang disampaikan oleh pihak-pihak terperiksa hingga masa akhir tugas pansus menunjukkan terjadinya akumulasi pelanggaran berkelanjutan. Hal ini dapat terlihat dari rentetan pelanggaran dan kelalaian yang berakibat pada tidak akuratnya LPS dalam menghitung perkiraan biaya PMS dan eksposure resiko yang mesti ditanggung oleh LPS. Hal lain yang juga perlu kami tambahkan adalah fakta mengenai eksposure penjaminan LPS yang telah dikoreksi ulang oleh LPS. Selama proses pemeriksaan dan deseminasi yang dilakukan
V. Periode Penggunaan PMS atau Aliran Dana
Beberapa hal yang dapat kami sampaikan dalam periode ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pencairan dana pihak ketiga (DPK) atas nama Amiruddin Rustan lebih kurang sejumlah Rp34,750 milyar yang semula telah diblokir. Pemblokiran DPK yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2008 atas nama Amiruddin Rustan dilakukan karena sumber dana dari rekening Amiruddin Rustan tersebut berasal dari pencairan kredit atas nama PT AI dari Bank Century sebesar Rp66 milyar, namun secara sepihak kepala cabang Bank Century cabang Makasar (Rusdi Nasyir) beserta staf telah melakukan pembukaan blokir atas rekening tersebut.
2. Adanya modus penggunaan Pedagang Valuta Asing yang berhubungan dengan BC untuk melakukan praktek pencucian uang yang diduga kuat berhubungan dengan kegiatan ilegal narkotika. Dalam hal ini, beberapa diantaranya memiliki kemiripan modus yang penting untuk segera ditelusuri oleh penegak hukum. Diantara modusnya, selain dengan mempergunakan atau memanfaatkan modus pedagang valuta asing, juga dengan menghubungkannya dengan pembayaran remittance Tenaga Kerja Indonesia. Berdasarkan analisis terhadap kemungkinan terjadinya praktek money laundring hasil kejahatan, kami memandang adanya kejanggalan yang perlu ditelusuri berkaitan dengan aktivitas satu nasabah BC yang melakukan transaksi valas dan rupiah senilai Rp 17.872.862.000.
3. Terdapat temuan dimana terjadi peminjaman atau penggunaan rekening untuk kemudian dimanfaatkan oleh pihak lain dalam melakukan transaksi. Hal ini terutama terjadi setelah tanggal 13 November 2008. Modus ini, patut untuk ditelusuri lebih lanjut terutama pada rekening-rekening yang melakukan transaksi senilai kurang dari Rp 2 miliar. Dalam beberapa waktu yang masih tersisa pansus hendaknya memastikan besaran volume transaksi jenis ini. Sebab modus ini patut untuk ditelusuri kemungkinan penggunaannya sebagai cara untuk memperoleh dana BC secara ilegal.
4. Volume transaksi Walk In Costumers cukup besar sepanjang proses penarikan dana di Bank Century. Transaksi oleh WIC secara teknis sulit untuk ditelusuri sebab identitas pelaku transaksi tidak dapat diketahui secara tepat. Modus penarikan tunai melalui warkat (cek) juga sulit untuk ditelusuri lebih jauh. Hingga saat ini, Pansus belum memperoleh data satupun yang berkaitan dengan model transaksi ini. Berdasarkan laporan dan analisis PPATK jenis transaksi penarikan tunai diperkirakan berjumlah Rp 3 Triliun lebih.
5. Volume terbesar dari dana Penyertaan Modal Sementara LPS sebagian terbesar disedot untuk menangani kerugian yang ditimbulkan oleh macetnya SSB Bank Century, Pembayaran tagihan akseptasi terhadap LC yang jatuh tempo yang diduga kuat memiliki hubungan dengan pihak yang merugikan bank (sehingga sesungguhnya patut diduga merupakan bagian dari pembayaran atas LC fiktif yang seharusnya tidak dibayarkan oleh Bank Century/ Bank Mutiara berdasarkan ketentuan perundang-undangan). Kerugian yang mesti ditanggung oleh BC yang berakibat pada pembengkakan dana PMS pertanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp. 1.876. Triliun. Dengan demikian, terdapat aliran dana /penggunaan dana PMS dari LPS yang merupakan bagian dari keuangan negara yang dipergunakan untuk menguntungkan pihak lain.
6. Selain itu, aktivitas sejumlah BUMN, YKK BI dan deposan besar, Sdr. Boedi Sampoerna, Rudi Soraya dan Soenaryo Sampoerna diduga kuat mempengaruhi proses bailout Bank Century.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Seluruh perbuatan para pihak sebagaimana disampaikan dalam penjelasan terkait dengan dugaan penyimpangan yang terjadi pada periode akuisisi merger sampai dengan menjelang pemberian FPJP telah memenuhi unsur kejahatan sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dan karena perbuatan para pihak tersebut berakibat pada pemberian FPJP dan pemberian PMS yang berakibat akhir pada dapat merugikan kerugian keuangan negara dan atau perekonomian negara, maka perbuatan para pihak tersebut telah memenuhi unsur sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atu suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Para pihak yang diduga bertanggungjawab atas dugaan tindak pidana dalam periode ini adalah manajemen lama Bank Century, Robert Tantular, Dewi Tantular, Rafat Ali Razki, Hisyam Al Waraq, dan para pejabat BI terkait.
2. Seluruh perbuatan para pihak sehubungan dengan pemberian FPJP tersebut patut diduga telah memenuhi unsur sebagaimana tertuang dalam:
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atu suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Selain Pasal 2 ayat 1 tersebut, dapat dikenakan juga dengan Penggunaan Pasal 3, Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, meyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) danb paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Selain Pasal 2 ayat 1 tersebut, dapat dikenakan juga dengan Penggunaan Pasal 2 ayat 2, Undang-udang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"dalam keadaan tertentu tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Para pihak yang diduga bertanggungjawab terhadap dugaan atas tindak pidana dalam periode ini adalah Robert Tantular, manajemen lama Bank Century, DG BI khususnya Beodiono, Miranda S Goeltom, Siti Ch. Fadjriah, Boedi Moelya, dan pejabat BI lainnya yaitu Zaenal Abidin, Eddy Suleman Yusuf, Sugeng, Dody Budy Waluyo dan pihak-pihak lainya yang terkait.
Seluruh perbuatan para pihak sebagaimana yang terjadi pada tahap penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik tersebut, patut diduga telah memenuhi unsur tindak pidana turut serta atau melakukan pembiaran dan/atau memberikan kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana kejahatan perbankan, sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:
a. Pasal 55: Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan; ATAU
b. Pasal 56: Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja member bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. Mereka yang sengaja member kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Para pihak yang diduga bertanggungjawab terhadap dugaan atas tindak pidana dalam periode ini adalah khususnya adalah Sri Mulyani, Raden Pardede, Beodiono dan pihak-pihak lainnya yang terkait.
3. Seluruh perbuatan para pihak sebagaimana yang terjadi pada penyaluran PMS telah bertentangan dengan pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS dan Peraturan LPS No. 5 Tahun 2006 tentang Penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik Pasal 18 dan Pasal 6 ayat 1 sehingga patut diduga telah memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atu suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Para pihak yang diduga bertanggungjawab terhadap dugaan atas tindak pidana dalam periode ini adalah dewan komisioner LPS yaitu antara lain Rudjito dan Firdaus Djaelani.
4. Pencairan DPK blokir atas nama Amiruddin Rustan sebesar Rp34,750 milyar telah memenuhi unsur unsur sebagaimana tertuang dalam dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atu suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Para pihak yang bertanggungjawab terhadap dugaan atas tindak pidana dalam periode ini adalah Amiruddin Rustan dan Rusdi Nasyir (mantan pimpinan cabang Makassar).
Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Pandangan kami terhadap hasil pemeriksaan pansus tersebut diatas, bukanlah merupakan upaya untuk memojokkan atau mengorbankan pihak-pihak tertentu, melainkan bertujuan untuk menempatkan secara proporsional berbagai fakta temuan berikut subjek yang terkait dengan temuan tersebut. Sehingga, pihak-pihak yang secara hukum seharusnya bertanggungjawablah yang patut untuk dimintai pertanggungjawabannya, sebaliknya pihak yang tidak patut bertanggungjawab secara hukum dapat pula terlepas dari pertanggungjawaban.
Selain itu Fraksi PKS memberikan catatan tambahan sebagai berikut:
1. Fraksi PKS melihat kelemahan yang sangat mendasar pada fungsi pengawasan perbankan oleh BI, sehingga terjadi berbagai kejahatan perbankan di Bank Century secara ekstensif dan berkelanjutan dalam rentang waktu yang panjang. Dalam hal ini BI diduga kuat melanggar undang-undang tentang Bank Indonesia dan peraturan BI dengan membiarkan praktek perbankan tersebut tetap berjalan dan bahkan terlihat menutup-nutupi permasalahan yang ada, termasuk dengan rekayasa pemberian FPJP, sehingga nasabah dirugikan dan pada akhirnya semua kerugian itu harus ditutup dengan dana PMS dari LPS. Karena itu, Fraksi PKS memandang penting agar segera dibentuk OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga pengawas sektor keuangan, dan di saat yang sama dilakukan pembenahan internal yang mendasar di BI, termasuk dengan penguatan Badan Supervisi BI.
2. Menteri Keuangan (Sdr. Sri Mulyani Indrawati) selaku Ketua KSSK dan KK diduga melakukan pembiaran atas dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh Pemegang Saham Lama (Robert Tantular dan kawan kawan) beserta Manajemen Lama Bank Century walaupun telah mengetahui melalui beberapa kali rapat yaitu diduga tidak melakukan pelaporan kepada pihak berwenang terhadap dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh Pemegang saham lama (Robert Tantular dan kawan kawan) dan manajemen lama Bank Century.
3. Keberadaan Undang Undang Bank Indonesia maupun Undang Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan tidak memiliki ketentuan yang secara tegas mengatur tentang sanksi yang bisa diberikan bagi pejabat BI dan/atau LPS manakala tidak melakukan tugasnya sebagaimana diatur Undang Undang tersebut. Hal ini menjadikan potensi terjadinya penyimpangan, karena norma-norma yang tertulis tersebut tidak dilengkapi dengan pranata punishment yang tegas dan jelas bagi yang melanggarnya (Lex Imperfecta). Atas dasar hal tersebut, Fraksi PKS juga berpandangan perlunya dilakukan amandemen terhadap kedua Undang Undang tersebut.
REKOMENDASI
1. Menyerahkan seluruh dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK dan dugaan tindak pidana lainnya kepada Kepolisian RI.
2. Melakukan perubahan dan penyempurnaan seluruh peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam kesimpulan.
3. Membentuk TIM PENGAWASAN tindak lanjut atas hasil-hasil pansus terkait dengan:
a. proses penelusuran lebih lanjut atas penggunaan dana PMS;
b. proses hukum dugaan tindak pidana korupsi dan dugaan tindak pidana lainnya;
c. proses perubahan dan penyempurnaan seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait.
Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait Pansus angket tentang pengusutan kasus Bank Century. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu mendengarkan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, kami ucapkan terima kasih.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 9 Rabbiul Awwal 1431 H
23 Februari 2010 M
PIMPINAN FRAKSI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR-RI
Ketua, Sekretaris,
MUSTAFA KAMAL, SS. ZUBER SAFAWI, S.HI.
No. Anggota : 53 No. Anggota : 77