
Hati ini menjadi gundah saat kawan-kawan bercerita telah berhasil khusyu’ beribadah di taman surga yang sangat padat itu. Aku pun beristighfar, memohon ampun pada Allah SWT, karena yakin niatku mungkin belum benar untuk menuju kesana.
Dan Allah mengabulkan permohonanku pada hari ketiga. Disaat tiada maksud untuk mencapai raudhah menjelang Ashar, tiba-tiba saja penyekat antara jamaah ikhwan dan akhwat dilipat. Orang-orang berlomba saling berlarian melewatiku. Aku sejenak terpana, ada apa ini? Mengapa penyekat itu tiba-tiba dibuka? Aku baru menyadari, sekarang adalah waktunya jamaah pria masuk ke raudhah! Langkah seribu pun aku ambil, sembari beristighfar memohon ampun telah lancang berlari di rumah Allah yang Maha Agung.
Aku pun mendapat tempat di karpet putih nan wangi itu tanpa berdesakan sama sekali. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau kabulkan doa hambaMu. Aku kini begitu dekat dengan RasulMu ya Rabb. Ia berada tepat di sampingku, kami hanya dibatasi oleh sebuah dinding penyekat, Subhanallah. Namun saat aku melihat pakaianku, ya Allah, ini kan bukan gamis yang aku persiapkan untuk pertemuanku dengan RasulMu? Maha Suci Engkau ya Rabbi, aku sadar Rasul tak menyukai kemewahan, tak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan. Aku datang padamu ya Rasul dengan apa adanya.
Tak terasa waktu Ashar telah usai. Kami yang baru mereguk nikmatnya beribadah di taman-taman surga itu diminta beranjak. Saat sedang mengantri keluar raudhah, perasaanku mengatakan ada yang menunggu di ujung sana, tepat di depan makam Rasulullah. Dadaku bergoncang, deg-deg-an sekali. Aku mulai membaca sholawat dan salam untuknya. Yaa Nabi Salam, alaika.. Ya Rasul salam, salam alaika.. Ya Habib salam, alaika.. Sholawatullah, alaika. Allahummasholi wa salim ‘ala Sayyidina Muhammad Wa’ala ‘alihi Sayyidina Muhammad . Berulang-ulang aku ucapkan sembari berdesakan melewati makamnya.
Tak terasa, air mata pun tumpah. Pun tak terkira banyaknya. Sudah dua hari aku lewat di depan makammu ya Rasulullah, namun baru saat ini aku merasakan kehadiranmu disana. Dadaku bergoncang, bergemuruh, melawan dorongan orang-orang di belakangku yang menyuruhku beranjak. Aku ingin tetap ada disana namun para askar dan jamaah lain memintaku untuk tetap berjalan. Saat itu mungkin aku tengah histeris, karena ada beberapa orang merangkulku, memintaku beristighfar sembari mengusap-usap bahuku, ‘Hajj, sobri ya hajj, sobri..‘.
Saat itu aku baru merasa, selama ini sebagai umatnya aku tidak terlalu peduli dengan riwayat perjuangan beliau menegakkan Islam. Namun Allah membukakan mataku justru disaat yang sebentar itu, dari pintu keluar raudhah hingga melewati makam Rasulullah SAW. Aku menangis sebanyak-banyaknya layaknya anak kecil, memohon ampun karena disana aku baru merasakan betapa Rasulullah SAW begitu lelah, begitu sulit dan begitu banyak halangan saat mendakwahkan agamanya yang tauhid, Islam. Aku sebagai umatnya merasa tidak pernah berterima kasih atas perjuangan berat beliau yang membawa umatnya dari kegelapan menuju ke dunia yang terang benderang, astaghfirullah.
Aku ingin sekali menjadi saudaramu ya Rasulullah. Anauhibbukailallah yaa Habib Allah. Aku umatmu yang tak pernah berjumpa denganmu namun aku beriman pada ajaranmu. Ya Allah, jadikanlah takdirMu hambaMu ini mendapat syafaat dari RasulMu dan berjumpa dengannya kelak, amin.
Oleh Oyi Krenamurti (sabili.co.id)