
Pendapat tersebut mengemuka dalam seminar tentang kajian sistem Pemilu dan Pilkada untuk Revisi Paket Undang-Undang yang diselenggarakan Kelompok Komisi II Fraksi PKS DPR RI, Kamis (18/2). Para pembicara yang terdiri dari Ramlan Surbakti dan Valina Singka Subekti (mantan Anggota KPU), Refly Harun (Cetro) serta Gamari Sutrisno dan Agus Purnomo (Anggota Poksi II Fraksi PKS) seluruhnya sepakat bahwa Bawaslu dan Panwas tidak diperlukan dan hanya memboroskan anggaran.
"Saya setuju Bawaslu ditiadakan, karena lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya. Soal pengawasannya biar diserahkan ke pemantau pemilu, parpol, dan masyarakat. Sedangkan pengaduannya bisa ditujukan ke unit khusus di bawah KPU dan KPUD," papar Refly Harun.
Keuntungannya, kata Refly, bila pengaduan ditangani KPU dan KPUD maka sengketa pemilu yang dibawa ke pengadilan tetap terus bisa dilayani meski waktu pemilihan telah lama berlalu. Bila berbentuk Bawaslu atau Panwas yang bersifat ad hoc, maka kasus-kasus kecurangan dan sengketa sulit untuk ditindaklanjuti setelah lewat 1 tahun pemilu karena pengawas sudah dibubarkan.
Sedangkan bila terjadi kasus pidana dalam Pemilu atau pelanggaran Pemilu disangkakan kepada KPU sendiri, maka Refly mengusulkan dibentuk election court dimana hakimnya terdiri dari hakim karir dan hakim ad hoc yang hanya bekerja bila terjadi kasus saja.
Senada dengan Refly, Ramlan Surbakti mengatakan akan lebih efektif bila struktur KPU lah yang merespon pengaduan parpol dan lembaga pemantau tentang indikasi kecurangan. Sebab menurutnya keberadaan Bawaslu hanya menimbulkan masalah. Disamping menghabiskan anggaran yang besar, Bawaslu kerap berselisih dengan KPU sehingga mempengaruhi efektifitas pemilu. "Karena yang namanya pengawas itu selalu mencari-cari kesalahan karena itu tanggungjawabnya, sehingga masalah yang sepele bisa dianggap pelanggaran," jelas Ramlan.
Menurut Gamari, Bawaslu dan KPU ibarat Tom dan Jerry yang tidak pernah akur. Karena itu setiap Pemilu selalu ada persoalan yang berawal dari ketidaksepahaman kedua lembaga tersebut. Akibatnya hasil pemilu tidak berkualitas. Karenanya FPKS mengusulkan agar UU No.22 tahun 2007 yang diantaranya mengatur pemilihan Bawaslu ini segera direvisi. "Kami mentargetkan revisi UU 22 ini rampung awal 2011, sehingga pilkada yang berlangsung tahun 2012 sudah bisa mengacu pada undang-undang yang baru," katanya.