Jakarta, CyberNews. Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Yudi Widiana Adia mendesak Pemerintah DKI Jakarta agar secara tegas memasukkan prinsip keadilan dan keseimbangan ekologis ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta untuk mengantisipasi ancaman banjir yang selalu melanda Ibukota setiap tahun.
Menurut Yudi, belum adanya RTRW yang mengatur secara tegas perlindungan kawasan hijau dan resapan air di wilayah DKI Jakarta menjadi penyebab utama banjir di wilayah DKI Jakarta.
Demikian dikatakan Yudi saat rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto dan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (15/2).
Lebih kanjut Yudi mengatakan, persoalan banjir di DKI Jakarta tidak terlepas dari empat hal utama yaitu buruknya infrastruktur sumberdaya air, degradasi lingkungan di kawasan hulu, perubahan/alih fungsi lahan di kawasan hulu, dan minimnya perilaku dan budaya tertib dan peduli lingkungan di kalangan masyarakat.
Selama ini menurut Yudi, penanganan masalah banjir di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) hanya bersifat penanganan fisik semata antara lain dengan pembangunan waduk-waduk buatan dan kanal banjir timur. Sementara itu upaya mengubah perilaku masyarakat agar lebih sadar lingkungan nyaris tidak ada gerakan yang berarti. Sehingga tidak heran jika kebiasaan membuang sampah ke sungai masih menjadi budaya, juga masih maraknya alih fungsi lahan terutama di kawasan hulu.
Tanpa RTRW yang tegas melindungi kawasan hijau dan resapan air maka dikhawatirkan yang terjadi adalah penetapan dan pembangunan lahan nantinya cenderung mengikuti pemodal.
Selain itu, dikhawatirkan pula terjadi manipulasi dan pengalihan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) dan kawasan resapan air atau juga wetland (rawa-rawa) menjadi lahan-lahan perumahan bahkan ruang sektor bisnis, seperti yang terjadi selama ini terjadi. Yudi mencontohkan pembangunan apartemen di Kalibata yang sudah tentu akan mempengaruhi tata ruang di kawasan itu.
Selain itu menurut Yudi, Pemprov DKI Jakarta juga seharusnya menetapkan secara tegas berapa sih jumlah penduduk maksimum dikaitkan dengan kapasitas atau daya dukung wilayah DKI Jakarta. Sehingga nantinya ada batasan yang jelas berapa warga yang boleh tinggal di DKI Jakarta sehingga pembangunan permukiman tidak akan mengorbankan lahan terbuka hijau dan kawasan resapan air.
Menurut Yudi, berdasarkan Perda RTRW 2010, seharusnya alokasi RTH Publik dapat mencapai 20 persen. Namun, hingga saat ini Pemprov belum mampu mencapai target sebesar itu. Diperkirakan jumlah RTH di Jakarta hingga saat ini baru bisa mencapai 6,2 persen karena alokasi lahan lebih banyak diprioritaskan untuk para pelaku usaha yang mengokupasi RTH.
Sementara itu mengenai alih fungsi lahan di kawasan hulu, Yudi melihat ada hal kontradiktif yang dilakukan pemerintah pusat.
Di satu sisi, pemerintah mengampanyekan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan atau reboisasi di sepanjang DAS Ciliwung dan Cisadane, namun di sisi lain, pemerintah terkesan membiarkan pembangunan kawasan pemukiman mewah maupun hotel di kawasan resapan air. Sebagai contoh berdirinya sejumlah pemukiman mewah dan rencana pembangunan hotel di kaki Gunung Salak yang saat ini terus berlangsung.
Yudi juga mengkritik pemerintah Provinsi Jawa Barat yang membiarkan kerusakan dan alih fungsi situ-situ di Bogor dan Depok yang masih saja berlangsung. Kepedulian pemerintah terhadap pemeliharaan infrastruktur sumber daya air seperti bendungan dan pintu air Katulampa Bogor sangat minim.
"Saat ini bendungan Katulampa sudah sangat dangkal dan pemerintah tidak melakukan upaya pengerukkan hingga saat ini," ujar Yudi.