Oleh: Abi Sabila
dakwatuna.com - Seperti petani yang kehilangan
cangkulnya, aku mondar mandir, dari kantor ke area produksi, terus ke
area inventory dan balik ke kantor lagi, bertanya pada beberapa orang
yang kuharap melihat atau bahkan meminjam (tapi belum mengembalikan)
pulpen, senjata utamaku untuk menyelesaikan laporan sebelum kuinput ke
komputer.
Tak perlu repot-repot mencari seandainya aku masih punya
pulpen cadangan. Tapi sayangnya, pulpen itu satu-satunya yang tersisa,
tak ada lagi stock di kantor. Meski tentu saja salah satu rekan kerjaku
tak berkebaratan bila kupinjam pulpennya, tapi aku tidak bisa
menggunakan dengan leluasa karena ia pun perlu untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
Penasaran, sekali lagi kupastikan dengan mencari di
laci sampai di kolong meja, barangkali pulpenku terjatuh di sana, tapi
hasilnya tetap sama, tidak ada. Dan pencarianku baru terhenti ketika
seorang rekan kerja yang duduk di seberang meja, tersenyum sambil
menunjuk ke lengan kiriku. Astaghfirullah, ternyata pulpen yang sejak
tadi kucari-cari bukan dipinjam orang ataupun terjatuh saat aku
mengembalikan laporan ke produksi, juga saat mengantar dokumen ke
department inventory, melainkan kusimpan di saku lengan kiriku sendiri.
(management di perusahaan tempatku menjemput rezeki memang mewajibkan
seluruh karyawannya mengenakan baju seragam yang sama baik warna maupun
modelnya, yaitu dua saku di depan dan satu saku di lengan kiri, untuk
menyimpan pulpen atau peralatan lain seperti testpen yang biasa
dilakukan karyawan bagian elektrik. Sebenarnya jarang aku menyimpan
pulpen di saku ini, tapi kenapa pulpen itu ada di sana, aku benar-benar
lupa).
Kejadian yang hampir sama juga pernah dialami si A. Sama
sepertiku, dia juga berkali-kali membuka tas dan laci untuk mencari
sebatang rokok yang ternyata ia selipkan di telinga kanannya. Juga si B
yang sibuk bertanya siapa yang terakhir memakai stapler, padahal ia
sendiri yang sedang memegangnya. Atau si C yang berkali-kali membongkar
tumpukan file di mejanya untuk mencari satu dokumen yang sebenarnya
sudah ia serahkan ke atasan sehari sebelumnya. Dan masih banyak
kejadian-kejadian lain yang sebenarnya tidak mengenakan tapi terasa
menggelikan akhirnya.
Begitulah kita, manusia. Di samping
kelebihan, masing-masing juga memiliki kekurangan. Dan salah satu
kekurangan yang dimiliki oleh setiap orang adalah lupa, hanya tingkatan
dan intensitasnya yang berbeda. Tidak mengenal pria atau wanita, tua
ataupun muda, miskin ataupun kaya. Lazimnya memang semakin tua
seseorang, semakin sering ia lupa. Tapi bukan berarti bahwa yang muda
belia sama sekali tak pernah lupa. Ini sudah kodrat manusia, tempatnya
salah dan lupa.
Untuk hal-hal yang terlihat mata saja kita sering
lupa, apalagi hal-hal yang tidak kasat mata seperti adanya alam kubur,
padang mahsyar, mizan, surga dan neraka. Terkadang ada yang bukannya
lupa, tapi pura-pura lupa, sengaja melakukan walaupun ia tahu bahwa apa
yang diperbuatnya di dunia akan diminta pertanggungjawabannya kelak di
akhirat. Astaghfirullah! Di sinilah pentingnya kita sebagai saudara
untuk saling mengingatkan karena manusia itu pelupa. Kita mungkin tidak
memiliki pertalian darah, tapi melalui dua kalimat syahadat yang kita
ikrarkan, Allah telah menjadikan kita sebagai saudara.
Saling
mengingatkan, ini menunjukkan adanya komunikasi dua arah. Satu saat kita
mengingatkan orang lain tapi di lain waktu kita yang diingatkan. Jangan
hanya mengingatkan tapi tak terima kalau orang lain mengingatkan. Atau
sebaliknya, maunya diingatkan tapi tak peduli ketika orang lain perlu
diingatkan.
Saling mengingatkan, terlebih dalam hal kebaikan,
ibadah, adalah keharusan. Jangan sampai satu kemungkaran terjadi di
depan mata tanpa sedikit pun kita berusaha untuk mencegahnya,
mengingatkan sang pelaku bahwa tindakannya keliru. Juga ketika seseorang
lalai dalam menjalankan kewajiban beribadah, seharusnya kita menjadi
orang pertama yang mengingatkan, tentunya sekaligus mengingatkan diri
sendiri, memastikan bahwa kita sudah melakukannya.
Dan jika
melalui tulisan aku berusaha untuk menjalankan kewajiban saling
mengingatkan, berharap ada manfaat yang bisa diambil, yaitu yang lupa
menjadi ingat bahwa manusia itu pelupa karenanya harus saling
mengingatkan, terutama dalam hal kebaikan, maka aku juga berharap ada
yang mengingatkanku karena bagaimanapun, aku hanyalah manusia yang tiada
luput dari salah, khilaf, dan tentu saja lupa. Astaghfirullah!
Saudaraku, mari kita saling mengingatkan, menguatkan dan juga mendoakan. Insya Allah…